Siang di hari Minggu.
Bola
matahari tepat di atas jengkal kepala. Sang mega hanyalah tampak putih
mencolok, pun tak kuasa mata memandang silau luasnya angkasa. Jalan raya
protokol Jakarta yang selalu macet. Mereka para penduduk yang didominasi
penggila kerja, hanyalah diberi kesempatan Minggu untuk jalan- jalan ‘santai’
bersama keluarga. Setidaknya suara- suara merdu klakson mobil motor menambah
kesan jalan- jalan santai keluarga di minggu yang cerah.
Di sebuah
sesaknya shelter busway, berdirilah seorang perempuan remaja bernama Suci. Jempolnya
menekan- nekan smartphonenya lengkap dengan program Android Jelly Beans terbaru. Ia tak peduli lagi dengan gemuruh ramai shelter
beruangan putih dan lamanya bus trans Jakarta yang mengangkutnya. Konsentrasinya
sudah tertuju di program chatting What’s Up membaur dengan keramaian dunia
virtual masa kini.
“AyangQyu” nickname
itu muncul di program androidnya. Sang gadis remaja yang berjiwa pinky
melengkungkan senyumnya. Tubuhnya bersandar di dinding shelter tak peduli
kuman- kuman menempel di punggungnya. Di tambah dengan telinganya yang
disumpali headphone berkaret dan lagu ‘Adele – One and Only’ yang didengarkan
berulang- ulang. Menambah kesan keapatisannya akan
keadaan seneraka shelter busway, seolah
berubah
menjadi tempat sesurga firdaus, tentu dengan music yang didengarkan mungkin ia
bisa sedikit berjoget lenggang bernuansa Jazzy.
“Suciqyu
lagy apain. Kog panas panasan di luar.” Tanya AyangQyu.
“Nggak tau
yaaang. Si Indri ajag ketemuan..”
“Uuuh..Tapi
uci gak sama si kentut Tomo itu khan..”
“Enggak
yang. Tenang aja. Aku lagi bete sama cowok ganjen kayak dia. Uuuh. Aku kan lebih pilih kamu J”
“Syukur deh. Mudah- mudahan Allah SWT
mengerti kesungguhan cinta kita. J”
“Iyaaa…weeek.. udah mandi sana.:p”
Belum selesai berasyik- asyikan dengan
kekasihnya, trans Jakarta yang dinanti pun datang. What’s Up dari Indri memberi
tahu bahwa Indri berada di bus yang baru datang ke shelter Benhill itu. Setelah
pintu trans Jakarta terbuka secara hidrolik. Ia pun berdesak- desakan bersama
ramai orang lainnya untuk masuk ke dalam
bus tersebut. Masuklah Suci ke dalam trans Jakarta dan dilihatnya Indri yang
sudah berdiri dengan kedua tangannya bergelayutan di salah satu pegangan
penumpang. Dihampirinya si Indri.
“Hei Ndri. Apa kabar! Lama gak ketemuan
yah.” Sapa Suci
“ Iya Ci. Maap ya ngajak lu jalan- jalan
minggu gini. Abisnya waktunya cuman ada sekarang.” Basa Basi Indri.
“Nyantai aja Ndri. Kemanapun lu mau jalan-
jalan, gua siap nemenin.” Suci pun mendukung Indri. “Lu kog pake baju item-
item gini. Apa gak kepanasan Ndri?”
“Iya gak apa- apa Ci. Lagi pas. He he.”
“Iya gak apa- apa Ci. Lagi pas. He he.”
Trans Jakarta melaju di jalur bus way. Macetnya
kota metropolitan ini seakan membendung laju semua kendaraan, bahkan di jalur
sebebas bus way. Persahabatan baik ke dua gadis belia itu menuju pada
perbincangan yang seru. Tak peduli berapa lama waktu yang ditempuhnya ke tujuan
yang diingini Indri. Waktu tak memungkinkan mereka selalu bersama. Walau sama-
sama bertempat di Jakarta, namun kegiatannya yang mereka jalani hanya
memungkinkan untuk bertemu di pekan minggu. Indri yang saat ini sudah bekerja
di salah satu rumah sakit dan Suci yang masih kuliah dengan segudang tugas
membuat mereka hanya sesekali waktu bertemu. Namun, kali ini Indri hanya ingin
mengajak Suci berjalan- jalan ketempat dan tujuan yang tidak diketahui Suci.
“Ah bosen juga ya..kalau jalan- jalan
gak bareng Tomo.” Keluh Indri.
“Ngapain juga lu peduli orang macem dia.
Gak ada untungnya.” Suci pun menjawab sigap dengan wajah cemberut. Sorot
pandangnya terfokus pada smartphonenya.
“Kenapa sih Ci. Kog lu sebel sama dia?”
“Ah kayak lu gak tau model kayak dia
aja. Dia tuh deketin gua mulu. Sms gua lah, sok kasih semangat ke gua lah.
Senyumannya sok tulus gitu.”
“Lah kan dia sahabat lu? Sahabat gua
juga?”
“Tapi yang ini beda Ndri. Ketawan banget
modusnya. Gua gak suka dia Ndri. Gua udah punya cowok. Gua takut sama
gelagatnya dia.” Suci dengan wajah yang cemberut, matanya masih saja terfokus
pada kekasihnya yang tenggelam dalam program what’s up.
Di lain sisi, Indri dengan senyum
sendunya memegang pundak Suci. Indri seolah mencari titik raut wajah Suci yang mengkerut menunduk.
“Hei Ci.. Kita bersahabat udah sangat
erat lho. Kita jalani waktu susah dan senang
bersama. Lagipula Tomo kan tempat curhat lu saat elu dan cowok lu sempet
putus.”
“Yah Ndri. Perasaan laki- laki siapa
yang tahu sih.” Suci kini menaikan nada suaranya. Di tatapnya wajah Indri.
“Tomo itu beda. Cara dia kasih support ke gua, cara kita bersalaman saat
berpisah, cara dia ngehabisin waktu berdua sama gua. Dia dukung gua seolah-
olah ingin deket sama gua. Gua ngerasa gak nyaman Ndri. Kemarin itu kemarin,
sekarang gua udah punya cowok!”
“Ci. Dia sayang sama lu, dia juga sayang
sama gua. Sayangnya dia layaknya sahabat yang sudah terjalin lama Ci. Ci,
sayangnya seorang sahabat itu tanpa pamrih. Dia banyak ngasih waktu terbaiknya
buat elu. Seorang sahabat yang baik itu berbuat baik tanpa mengharapkan
imbalan.” Indri memberikan pengertian kepada Suci. “Ci, banyak cinta yang
diberikannya untuk lu. Tapi seorang sahabat yang baik memberikan cintanya bukan
untuk mendapatkan elu. Gua yakin dia akan berbahagia saat lu berbahagia dengan
cowok lu.”
Roda- roda trans Jakarta masih berputar.
Shelter demi shelter dilaluinya. Orang- orangpun keluar masuk silih berganti.
Namun perdebatan panjang yang dilakukan mereka, membuat mereka tak peduli
dengan kosongnya tempat duduk di dekat mereka. Mereka terlanjur asyik
bergelantungan dan membicarakan Tomo. Sahabat yang kontroversial.
“ Iya gua tau Ndri! Dia sahabat gua.
Kita jalanin waktu bersama. Tapi dia tetap laki- laki. Tetap LAKI- LAKI. Dan
dia sampai sekarang masih jomblo. Waktu yang terjalin bersama mengubah hatinya
dia. Gua takut dia jatuh cinta sama gua. Gua takut ada masalah lagi. Gua pingin
jaga jarak Ndri.” Suci masih saja ngotot dengan pendiriannya.
“Kenapa harus jaga jarak Ci? Sahabat itu
tidak terpisahkan oleh ruang dan waktu. Lu bisa putus dengan pacar lu. Tapi lu
gak akan bisa putus dengan sahabat lu. Jauh dengan sahabat lu sama saja lu
memutuskan tali silaturahmi.”
“Ah capek deh ngomong sama lu Ndri. Dia
itu beda. Pokoknya gua males ketemu orang itu lagi!” Suci pun acuh terhadap
nasehat sahabatnya. “Lagipula ngapain sih lu ngomongin dia dan lu sebenarnya
mau ngajak gua kemana sih?”
Jalur busway menuju pada muara
perjalanannya. Kini mereka berdua berhenti di shelter terakhir. Mal Pusat
Grosir Cililitan. Mereka berdua pun turun dan melanjutkan perjalanan. Setelah
keluar dari Mal, Indri mengajak Suci naik angkot. Indri masih saja tersenyum
melihat wajah sahabatnya yang cemberut.
“Ci, perbuatan salah kayak apa sih yang
telah diperbuat Tomo?” Tanya Indri.
“Dia salah atas waktu dan kebaikan yang
telah diberikannya untuk gua Ndri. Gua gak mengharapkan cintanya.”
“Kenapa salah sih?” Indri pun terbawa
emosi.
“Gua bukan poliandri Ndri. Gua punya
pilihan. Gua sayang sama cowok gua. Lalu? Gua harus menghabiskan waktu dengan
Tomo? Gak mungkin lah.” Suci pun menimpalinya dengan emosi.
“Gak ada yang rugi Ci, menghabiskan
waktu bersama keluarga lu. Walau dia bukan darah daging lu. Gak ada yang rugi
atas waktu yang terbuang bersama orang yang sayang sama lu. Dan sayangnya itu
tanpa pamrih.” Indri hanya bisa menasehati temannya yang keras kepala itu
dengan nada yang pasrah.
“Ci, dunia ini memang penuh penyakitan. Banyak
lelaki brengsek warnai hidup lu. Tapi jangan coba- coba untuk curiga kepada
sahabat baik karena merekalah sosok yang siap memberikan senyuman kepada kita
tanpa rasa pamrih. Sekalipun lu risih kepadanya. Katakan dengan mulut lu.
Sebelum semuanya terlambat.”
Indri hanya tersenyum melihat Suci yang
mematung cemberut. Indri mengetok kaca angkot dengan koin yang ada di
tangannya. Kini angkot itupun berhenti. Turunlah mereka berdua di sebuah gang.
“Eh. Ndri! Rese’ lu! Kenapa kita turun
di depan gang rumahnya Tomo. Lu mau ngapain sih.” Suci melayangkan protes
kepada Indri. Melihat protes itu, Indri hanya tersenyum dan merangkul Suci
untuk berjalan bersama.
Minggu siang. Tidak ada tanda- tanda
angin basah. Namun sang mega tampak begitu muram. Tanpa permisi sang mega putih
berubah menjadi gelap.
“Ndri! Ada bendera kuning! Ramai orang!
Astagfirullah!” Suci menghampiri bendera itu. Di bacanya tulisan berspidol yang
langsung membuat kaget Suci. Tulisan itu layaknya petir yang menusuk
jantungnya. Membuatnya berhenti berdetak. Membuatnya merasa terpukul dan
pukulannya sangat menyakitkan. Tulisan itu berkata ,”Telah berpulang ke
Rahmatullah Tomo bin Bambang.”
Sahabat baiknya. Tempat ia tersenyum
bersama, berbagi keluh bersama. Sosok yang selalu memberikan support,
memberikan semangat. Sosok yang genggaman tangannya begitu spesial, sosok yang
penuh kepedulian. Sosok yang ganjen, sosok yang membuat waktunya habis sia-
sia. Sosok pengganggu cowoknya. Kini sosok itu, tak akan mungkin dilihatnya
kembali.
Suci. Gadis yang penuh kasih dan
kesetiaan. Berjanji untuk setia sampai mati kepada kekasihnya. Wanita pecinta.
Suci sosok yang berada di tengah arus
perasaan yang salah. Kebahagiaannya atas waktu yang dibuang bersama pria tanpa
status. Tomo lelaki kontroversial. Lelaki yang mendekati Suci begitu dekat
namun hanya ingin dianggap sebagai sahabat. Teman di kala cintanya sempat
kandas. Saat sang cinta kembali, Tomo hanyalah Tomo. Sahabat yang mendekati
Suci begitu dekat. Sang gadis yang penuh kasih dan kesetiaan itu telah memilih,
untuk menjadikan Tomo sang sahabatnya menjadi lelaki yang kontroversial.
Hujan turun membasahi tanah makam. Satu
per satu insan yang mengenakan setelan hitam- hitam mengembangkan payungnya.
Insan berpayung itu satu persatu pergi meninggalkan pekarangan makam.
Meninggalkan Tomo yang telah menyatu dengan tanah. Suci melangkahkan kaki
secara perlahan. Mendekati Tomo. Badannya gemetar. Air matanya bercucuran, yang
tetesan air matanya sudah tak terlihat lagi karena bersatu dengan tetesan
hujan. Insan berpayung itu pergi begitu saja dengan wajah muramnya tak peduli
bahwa baru saja mereka melewati wanita tak berperasaan. Yang teganya membenci
sosok sahabatnya hingga sahabatnya telah menyatu dengan tanah.
Suci merasa terpukul sekali. Detak
jantungnya berdegup begitu keras. Ia merasa setiap degupan jantungnya adalah dusta
yang besar. Terlebih setiap langkah kaki kecilnya yang ia lakukan berulang-
ulang. Sehingga perlahan demi perlahan. Wujud baru sahabatnya semakin terlihat
jelas dan semakin jelas bahwa itu adalah tanah. Tempat orang mati mengakhiri
hidupnya. Andai ia masih hidup. Dengan senyum manisnya. Ia pasti ada di sisi
Suci dan memegang pundak Suci. Secara perlahan ia pun membisikan kata semangat
dengan senyum khasnya,”Hei Suci. Temanku. Jangan takut. Aku di sini menemanimu
dari kegundahan.”
Secara perlahan di peganglah pundak Suci.
Suci yang gentir langsung menengok sigap ke arah pemegang pundak itu.
Terlihatlah Indri dengan senyum manisnya. Ia pun berkata,”Hei Ci. Sampai gua
terakhir bertemu dengannya. Ia hanya tersenyum dan tak peduli dengan reaksi ketus lu.”
“Tomo hanya tersenyum dan berkata, “Hei
Ndri. Menyenangkan bukan ketika masing- masing dari kita saling bertemu dan
tertawa bersama.” Lalu gua menjawabnya,” Iya Tom. Itu sangat menyenangkan.” Tomo
pun berkata lagi,”Ternyata kesenangan kita itu sederhana ya.. Kesenangan kita
bukan materi yang berlimpah ruah, Prestasi yang mendunia, atau Kesenangan
lainnya yang membuat kita lupa diri. Ternyata kesenangan kita adalah melihat
satu dengan yang lainnya itu dapat tersenyum. Dan itulah yang seharusnya gua
kejar. Kesenangan yang terbentuk setiap hari. Membahagiakan elu dan Suci. Gak
peduli apapun tanggapan kalian. Hidup itu sederhana kog Ndri, yang merumitkan
adalah manusia yang menciptakan teorinya sendiri.”” Indri pun terus bercerita
tentang pertemuan terakhirnya dengan Tomo.
Kini Suci tepat di depan kuburan Tomo. Suci
menangis semakin tak karuan. Indri yang terharu hanya bisa tersenyum walau
tanpa sadar air matanya ikut menetes. Suci yang menangis sesungguhnya tangis
itu sudah tak berguna lagi. Permintaan maaf sudah terlambat. Orang mati
terputus dengan yang hidup. Dan satu pelajaran berarti yang tak akan pernah
dilupakan Suci adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidup bukanlah di saat
ia berpisah dengan orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Namun saat ia
berpisah dengan orang yang sangat berarti dalam hidupnya, dan ia tak sempat
mengucapkan selamat tinggal kepadanya.
Selamat tinggal Tomo. Dan hujan terus
saja jatuh memburu sosok insan yang merengkuh penuh penyesalan di atas tanah
makam sahabatnya.
Gudab
Mau buat script pelem pendek. Gak sabaran gw bocorin dluan dah plotnya dalam bentuk cerpen.
Gudab
Mau buat script pelem pendek. Gak sabaran gw bocorin dluan dah plotnya dalam bentuk cerpen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar