Rabu, 14 November 2012

Nightmare with The Shadow Man

Gambar belum tentu mewakili cerita :-P

Degub...

Degub...

Degub...

Detak jantungku berdegub dengan cepatnya. Seolah sirine diri yang mengaung saut- sautan gundah. Aku bersandar di balik tembok. Bersembunyi dari sosok bayangan hitam yang hendak memburuku. Aku duduk meringkuk dari tegapnya sosok mengerikan itu. Dalam suasana gelap mencekam. Hanya bercahaya gemuruh petir yang bersahut- sahut menyala. Memekakan telingaku hingar bingar setiap 10 sampai 5 detik sekali. Terperangkap di dalam ruangan malam ini. Terkepung di antara ribuan tetes hujan laksana peluru menghantam bumi. Begitu deras. Dan masih saja hingar bingar petir berteriak memecahkan alunan sang hujan menjadi hentakan pemacu degub jantungku.

Duar... Duaaaaar..

Treeeet..Duaaaar..

Kilat petir itu bersilau di balik kaca jendela depanku. Suaranya menggetarkan kaca dan cahaya kilatnya masuk ke dalam ruangan tempat ku bersembunyi. Cahaya yang masuk seolah ingin menerkamku. Mendekap menyala memaksaku untuk kandas.

Duar...Duaaaaarrr..

Kini cahaya putih yang merasuki ruangan ini bersiluet mengerikan. Sosok bayangan hitam itu berdiri di tengah kilat  putihnya di dinding ruangan ini. Bayangan yang kutahu sosok laki- laki besar berbadan tegap dengan setelan jas. Dan topi bundar ala gengster 70'an. Mungkin saja terselip handgun di balik celana panjangnya. Mungkin setelah ia menemukanku, ditembaknya otakku tanpa permisi dan mayatku dimutilasi, dipotong kecil- kecil dan dimasukan ke dalam koper hingga akhirnya jasadku hilang hanyut di sungai.

Cyntia. Itulah namaku. Tak ada yang spesial dari diriku. Aku hanyalah gadis biasa yang bersekolah SMA di sekolah swasta kota ini. Seusai pulang sekolah aku berjalan kaki seperti biasa. Seperti gadis pada umumnya sebenarnya akupun memiliki beberapa teman. Biasanya kami berjalan bersama sepulang sekolah. Namun, sialnya hari ini beberapa temanku ada kesibukan lain sehingga membuatku harus berjalan sendirian. Langkah demi langkah kulewati, komplek rumah yang sepi, jalan- jalan setapak, jembatan, dan jalan kosong dengan pohon yang bertengger kiri dan kanan. Hingga tak lama kemudian, sayup- sayup suara asing kudengar dari sisi sebelah kanan belakang. Akupun menengok kebelakang mencari tahu sumber suara. Tak lama kemudian  kulihat kabur sosok gelap laki- laki berbadan tegap, berjas hitam dan bertopi bundar mengintipku dari salah satu pohon yang kulalui.Sosok mengerikan, mengintipku dari balik pohon dengan setelan pakaian yang aneh. Kemudian kisah inipun bermula..

Duaaaar..Duaaaarr..

Masih saja suara petir memekakan telinga, dan tubuhku masih duduk meringkuk bersandar di tembok yang lusuh. Tembok dengan carut marut cat putih yang mulai terkelupas, dan bingkai- bingkai kaca yang kropos termakan rayap, lantai yang hanya bercor-coran abu- abu, penuh debu di sana sini. Dan tak sedikit kulihat kotoran- kotoran cicak bertaburan. Dinding ruangan ini, bolong- bolong dan kutahu decit tikus berjalan di antara sela langit- langit yang penuh dengan gumpalan sarang laba- laba. Malam kelam, sahut petir menyambar. Dan sosok itu, bayangan hitam bertopi bundar. Kini melangkah mendekat..

Sore. Saat kutahu sosok laki- laki berbadan tegap itu mengintipku. Akupun mempercepat langkahku. Dan sedikit kuintip kebelakang, perlahan sosok itu mengikutiku, mendekatiku. Aku mempercepat langkahku, aku berlari. Dan kutahu pasti. Sosok itu mengejarku. Langit mendung menggumpal, dan tetesan hujan mulai berjatuhan. Kini senja semangit larut dan gelap semakin muncul.

Drap..Drap..Drap..

Langkah kaki. Kudengar pasti. Suara kaki pantofel itu kudengar semakin jelas dan aku semakin takut. Keringat dinginku membasahi tubuhku. Perlahan dalam ringkukan tubuhku, aku gemetaran tak karuan. Berharap ia tak melakukan tindakan buruk. Aku hanya bisa memohon dalam hati kepada Tuhan. Agar Tuhan berikanku kekuatan. Gadis lemah macam aku, apa yang harus aku lakukan untuk melawan pria besar mengerikan ini. Dan gemuruh petir berikut ribuan tetes hujan masih saja mengepungku di tempat ini. Bayangan itu, semakin mendekat. Langkah kaki itu semakin jelas hingga langkah kaki terakhir kudengar. Ku angkat kepalaku perlahan dan kini sosok laki- laki berbadan besar itu tepat berdiri di depanku.

Lari- larilah Cyntia. Larilah sebelum sosok laki- laki berbadan besar menangkapmu. Suara petir menggelegar, sang hujan turun semakin derasnya. Berlari menghindar kejaran pria, aku terus percepat gerak lariku menembus hujan hingga sebuah rumah yang tak berpenghuni kulihat. Rumah yang bergenteng merah dan seng yang banyak tumbuh lumut di sana sini. Rumah berdinding putih kotor dengan cat yang mulai terkelupas. Sisi ruangan rumah yang hanya berbentuk kotak dengan satu pintu kayu yang sudah jebol. Teras dengan atap yang tertutup triplek yang bocor. Lampu teras yang kini berwarna hijau dan hitam karena banyaknya lumut menutupi tubuh lampu itu. Halaman rumah hanyalah hamparan rumput ilalang yang mencokol ke atas sekitar hampir 1 meteran. Ku berlari hingga kulewati pagar besi berkarat yang pintu gerbangnya hanya terbuka menganga. Berlari tertatih- tatih sambil kuseka dengan tanganku ilalang yang menghalangiku. Pintu masuk yang jebol itu langsung saja kudobrak dan aku berlari ke dalam melalui ruang tamu yang hanya ada meja bundar penuh debu di tambah lampu artistik yang jauh dari kesan mewah, aku berjalan lurus melewati dua ruangan yang aku tak tahu apa yang ada di dalamnya, dan kulintasi kamar mandi yang terletak di sebelah kiri dari dua ruangan itu hingga aku belok kanan, ruangan dapur dengan satu jendela. Akupun duduk meringkuk di dinding seberang jendela itu hingga tak lagi kulari kemana.

Sosok itu, yang kini berdiri di depanku. Begitu mengerikan. Tangan kanan dengan jari- jari yang besar itu meraih pundak kananku. Aku semakin gemeteran hingga tak terasa kugigit bibirku dengan kencang. Kini, wajahnya mendekatiku hingga kulihat sosoknya yang berkacamata dengan kumis tipis. Ia tersenyum padaku seraya berkata ,"maaf dik. bayarlah utangmu."

Kini hujan semakin reda. Suara petir sudah tidak terdengar. Tak lama kemudian cahaya rembulan mengintip masuk melalui kaca jendela. Menerangi antara aku dan dia. Hingga lama ku berbincang dengannya, ternyata dia bukanlah Godfather, apalagi Man in Black. Dia adalah abang tukang ketoprak yang ketopraknya kubeli siang tadi. Hingga sampai detik ini kusadari. Rupanya laki- laki ini adalah narsistik.

Dan kulewati malam ini bukan sebagai malam yang horor. Tapi tak lebih sebagai malam yang tolol.

Happy nice malam tahun baru hijriyah bagi mereka yang merayakannya n_n.


2 komentar:

  1. hahaha... tukang ketoprak sekarang pki pantofel y?
    hahahaha...

    BalasHapus
  2. tukang ketoprak ternyata hahaha,

    keep posting, terima kasih

    BalasHapus