Rabu, 30 Januari 2013

Obrolan Bar : Segmen (Science, Love and Reality)


Obrolan Bar
Segmen (Science, Love and Reality)

Di dalam sebuah bar dengan suasana Jawa yang kental. Lampu remang- remang yang mangkuk lampunya terbuat dari bambu bertengger menempel di dinding bercat coklat. Pelayan- pelayan yang sudah memasang raut senyum terus saja menorehkan wajahnya saat berlalu lalang di depanku. Aku duduk dipojok ruangan bar ini.  Berusaha mengalihkan kesedihan hatiku dengan meminum segelas Coffe Cookies yang dingin. Segelas kopi ini mungkin dapat menemaniku untuk mengurangi stress yang tertanam di kening ini. Perasaan terpendam yang sulit untuk diungkapkan. Perasaan itu menggunung bagaikan tumpukan sampah yang menghambatku tersenyum. Racikan kopi hitam esspreso yang dicampur biskuit Oreo, Meses, es batu dan beberapa gula dan susu. Kemudian dilebur halus menjadi satu dengan blender dan diakhiri dengan sebatang Chocolatos yang berfungsi sebagai sedotan. Racikan ini yang tetesannya melintas membasahi lidahku seolah membuatku menuju dimensi kenyamanan yang seakan- akan tak ada orang yang sanggup menggangguku. Aku dapat menikmati diriku sendiri. Apalagi gangguan dari pria ini. Pria yang sudah 9 kali menelponku namun tidak jua ku angkat. Bosan aku menunggu dia, sinyal hijau yang telah kutunjukan padanya. Tidak juga membuatnya berkata “I Love You.” Atau sekadar dengan bahasa Indonesia seperti “Aku suka kamu!” Yang paling membuatku benci ialah ia yang sering berjalan bersama teman wanita lain, suka membantu teman- temanku untuk mencibir aku dengan yang lain, dan yang menyedihkan dia kadang mencomblangi aku dengan santainya. Aku tak mau yang lain, aku mau kamu. Kau harus mengerti, jiwaku bergetar saat tersenyum bersamamu.
            Kala itu ia tersenyum padaku, berteori tentang hukum cinta yang disukainya. Cinta itu seperti hukum kelebaman Newton. Pada awalnya mungkin sangat sulit untuk memberi sepercik perhatian pada orang yang kau tuju. Hingga akhirnya masa itu tiba, sangat mudah untukmu berkali- kali memberikan perhatian kepada orang tersebut. Perasaan itu terus berkembang, seperti candu hingga kau menjadi kecanduan. Perasaan itu terus berkembang hingga kau jatuh cinta padanya. Semakin dalam kau terjerat, kau mempersempit dunia. Hanya ada dia difikiranmu. Kau teramat sangat ingin memilikinya karena hanya dia seorang yang mampu membuatmu bahagia. Maka, bukan lagi sulit untuk memberi secercah cinta, tapi sangat mudah untuk mengumbar seluruh cinta kepada orang yang kau cintai itu.

Jumat, 18 Januari 2013

Obrolan Bar : Segmen (4 Pria Reuni) “Chapter 1 : Rokok”


Obrolan Bar
Segmen (4 Pria Reuni) “Chapter 1 : Rokok”

            Aku duduk di antara teman- temanku saat ini. Di sebuah bar untuk melepas lelah setelah mengarungi nafkah siang hari. Sebuah bar kecil di pinggir kota dengan suasana etnik Jawa yang kental. Lampu- lampu remang menghiasi ruangan seolah menciptakan kesan romantisme malam. Pelayan- pelayan sesekali lalu lalang dengan pakaian kaos hitam berkerah hitam bergaris putih, lengkap dengan logo “Romansa Bar” yang tersablon di depan dada mereka. Setelan celana jeans hitam panjang dengan ikat pinggang putih serta sepasang sepatu kets putih. Huff, pelayan laki- laki itu menjadi tampak bidang dengan setelan seragamnya, namun yang asyik pelayan wanitanya jadi terlihat seksi walau masih terkesan terlalu sopan. It’s okay buatku karena bar ini hanyalah seperti coffee shop sederhana. Jika anda ingin merasakan nikmatnya menyeruput kopi, tempat ini begitu nyaman untuk dikunjungi bersama teman- teman. Apalagi di sudut selatan bar ini sosok perempuan manis ber-rok mini dengan kaos ketat merahnya mulai mengalunkan sebuah lagu bersama band akustiknya. Kudengar gitarisnya mulai memetikan melodi “Kangen” dari Dewa 19 dan tak lama kemudian suara merdu perempuan manis itu seperti maut yang mencabut kesadaranku menuju desah- desah kerinduan akan masa- masa SMA.
            Kerinduan, heum. Adalah aku dan teman- teman SMAku saat ini yang porak poranda tertawa mengumbar nafsu kerinduan setelah 7 tahun lamanya tidak berjumpa. Pertama kali mungkin kami sedikit canggung, namun manisnya kopi yang hangat ini temani kami melumerkan kebekuan setelah sekian lama tak bertemu. Sibuk dengan masing- masing kegiatan membuat kami terkungkung dalam kekolotan. Pekerjaan yang kami lakukan seolah memutuskan komunikasi menciptakan kelupaan akan hadirnya sahabat sejati masa kami muda dulu. Hingga facebook tercipta, akhirnya jalinan silaturami itu terjalin kembali. Mungkin, masing- masing dari kami tidak tahu perubahaan apa yang terjadi selama 7 tahun berpisah.  Tak apalah, dengan bermodalkan teknologi facebook kuciptakan reunian di bar ini. Hingga malam ini, kulihat satu persatu teman- teman baikku yang terasa semakin tua saja. Canda tawa menghiasi malam yang panjang ini.